Memahami Istilah Full Frame & Crop Factor

25/02/2011 10:03

Sering dengar kata “full frame”, “Crop factor”, “APS-C”, APS-H” dan masih tidak paham maksudnya? Pengertian kosakata ini tidak sekedar untuk tahu saja, tapi sangat berguna untuk memahami focal length. Pemahaman focal length akan berdampak pada lensa-lensa apa yang harus saya pilih.

Awalnya saat Single Lens Reflex (SLR) dibuat yang digunakan sebagai media adalah film. Masih ingat dong dengan kamera film tua dengan film Fuji atau Kodak? Nah itulah film dengan ukuran 35mm (36 x 24mm), inilah yang dikenal dengan film dengan standard 135. Pada era film ini hampir semua kamera menggunakan format film yang sama. Semuanya merupakan kamera full frame, 35mm.

Pada saat dunia digital dimulai membuat sensor harganya sangat mahal. Membuat sensor digital sebesar ukuran film 35mm harganya selangit, waktu itu hanya Canon 1Ds yang menggunakan sensor sebesar itu. Untuk menekan harga jual (sehingga bisa menjual lebih banyak) maka para produsen kamera membuat sensor dengan ukuran lebih kecil. Ukuran lebih kecil ini tentunya akan lebih murah dari segi biaya. Maka munculah berbagai ukuran sensor yang baru.

Ukuran yang paling umum digunakan adalah jenis APS-C. Untuk jenis ukuran sensor ini Canon sedikit lebih kecil dibandingkan rekan-rekannya, walau semua masih disebut jenis APS-C. Sedangkan APS-H hanya digunakan oleh Canon pada kamera 1D (tanpa huruf s). Salah satu jenis sensor yang juga cukup populer belakangan ini adalah jenis Four Third yang umum digunakan oleh kamera Olympus. Sedangkan baris paling bawah dari skema diatas umumnya digunakan oleh kamera pocket digital dengan ukuran sensor yang super kecil.

Apa dampak penggunaan sensor yang lebih kecil? Tentunya muncul “Auto-Crop” pada foto yang dihasilkan. Hal ini karena gambar dari lensa hanya ditangkap oleh sebagian kecil bidang yang ada sensornya.

 

Pada kamera dengan full frame sensor maka hasilnya adalah sepenuh gambar. Dengan sensor APS-H dan APS-C yang lebih kecil maka foto seakan di crop menjadi lebih “kecil”. Saya memberikan tanda kutip pada kata “kecil” karena bisa jadi kamera dengan sensor APS-C memiliki resolusi sensor yang lebih besar, sehingga walau disebut crop tapi hasil cetak maksimal bisa lebih besar dibandingkan full frame tertentu (Misalnya kita membandingkan hasil dari Canon 5d Mark 1 dengan Canon 7d).

Tingkat crop ini dinyatakan dengan crop factor. Crop factor ini menyatakan faktor pengali focal length untuk menghasilkan Equivalent Field of View (EFOV). Contohnya begini : Pada foto diatas kita menggunakan lensa dengan focal length 14mm. Lihat hasil yang diperoleh oleh sensor APS-C, hasil seperti ini diperoleh dengan menggunakan lensa 22.4mm (14mm x crop factor 1.6) pada sensor full frame. Jadi kalau mau menghasilkan foto seperti full frame diatas (14mm) harus menggunakan lensa 8.75mm (14mm / 1.6) pada kamera dengan sensor APS-C.

Contoh lain lagi : lensa 200mm pada full frame akan bertindak seperti lensa 200mm (crop factor full frame 1x). Akan tetapi hasilnya seperti layaknya lensa dengan focal length 320mm pada kamera dengan sensor APS-C (crop factor 1.6x).

 

Apa dampak ukuran sensor? Dampak yang paling langsung adalah susunan lensa yang berbeda. Pada lensa full frame focal length 24mm sudah termasuk wide, akan tetapi di APS-C focal length ini hanyalah normal (24mm x 1.6 = 38.4mm). Jadi kalau saya punya susunan lensa sebagai berikut pada full frame :

  • Lensa super wide : Canon 17-40 f4 L
  • Lensa all round / normal : Canon 24-105 f4 L IS
  • Lensa tele : Canon 70-200 f4 L IS

ada kamera dengan sensor APS-C maka susunan focal length nya berubah :

  • Lensa super wide : Canon EF-S 10-22 f3.5-4.5 – setara dengan 16-35mm, paling wide sejauh ini untuk APS-C Canon
  • Lensa all round / normal : Canon EF-S 17-55 f2.8 IS – setara dengan 27-88mm
  • Lensa tele : Canon 70-200 f4 L IS – setara dengan 112-320mm

Dapat dilihat bahwa urusan ukuran sensor ini sangat berpengaruh pada lensa wide & normal, bukan tele. Lensa tele justru makin tele dengan menggunakan sensor kecil. Tapi lensa wide menjadi tidak lagi wide dengan menggunakan sensor kecil. Hal inilah salah satu faktor mengapa fotografer landscape profesional lebih menyukai sensor full frame dibandingkan dengan sensor APS-C.

Lensa wide terbaik umumnya merupakan lensa prime / fixed focal length. Saat ini lensa wide terbaik merk Canon adalah EF 14mm & 24mm. Pada full frame kedua lensa ini memberikan sudut pandang yang lebar dan sangat berguna. Akan tetapi di sensor kecil seperti APS-C lensa ini hanya menghasilkan focal length setara 22.4mm & 38.4mm – masih kurang wide.

Canon mengeluarkan 2 lini lensa, EF & EF-S (L Series termasuk jenis EF). Lensa jenis EF bisa digunakan baik di sensor full frame maupun non-full frame. Akan tetapi jenis EF-S hanya bisa digunakan di kamera dengan crop factor 1.6x (ya, bahkan APS-H tidak bisa menggunakan EF-S). Jadi misalnya lensa EF-S 10-22 f3.5-4.5 tidak akan bisa digunakan di Canon 5dMarkII. Resiko penggunaannya adalah mirror pada kamera bisa mengenai bagian belakang dari lensa EF-S yang cenderung lebih menonjol ke dalam.

Pada Nikon dikenal 2 jenis lensa pula (secara umum, karena ada pengelompokan lain-lain), yaitu DX dan non DX. Lensa DX hanya bisa digunakan di kamera dengan crop factor. Jadi misalnya lensa legendaris Nikkor 17-55 f2.8 DX tidak akan bisa digunakan sempurna di D700 misalnya. Perbedaannya adalah di Nikon lensa DX sebenarnya masih bisa digunakan di full frame, akan tetapi crop nya akan cukup “gila” – dari 12.1 Mpixel dengan menggunakan lensa non DX, menjadi  hanya 5.1 MPixel jika menggunakan lensa DX.

Secara umum kelebihan sensor full frame :

  • Karena ukuran sensor yang lebih besar maka mampu menggunakan lensa wide sesuai dengan focal length yang tertera, tidak di kalikan dengan crop factor lagi
  • Ukuran sensor yang lebih besar membuat performance sensor di ISO tinggi lebih baik, lebih bersih dari noise dan cenderung sedikit lebih tajam dengan gradasi warna yang lebih baik
  • Depth-of-field yang lebih sempit, hasilnya adalah blur yang lebih bagus. Ingat bahwa sensor kecil hanya mengambil sebagian dari depth-of-field dari lensa, menggunakan sensor full frame akan menampilkan seluruh ruang tajam yang ditangkap lensa.

Sedangkan secara umum kekurangan sensor full frame adalah :

  • Harga sensor yang mahal membuat kamera full frame umumnya mencapai 2x lipat lebih mahal dari sensor kecil
  • Ukuran sensor yang besar umumnya membuat munculnya light fall-off & vignette di ujung-ujung gambar. Hal ini karena kualitas pencahayaan & ketajaman terbaik dari lensa umumnya ada di tengah. Sensor kecil membuat kita menggunakan bagian “terbaik” dari suatu lensa.

Pahami ukuran sensor anda & crop factornya. Lalu susun jajaran lensa anda sesuai dengan kebutuhan dan juga crop factor nya.

 

sumber www.motoyuk.com/2011/01/23/memahami-istilah-full-frame-crop-factor/

 

 

 

 

Search site

Contact

Blitarian Photo Club Jl. Diponegoro 09. Blitar, Indonesia